Aku Egois
Merasa terasing, tak berguna dan tak bisa diandalkan itulah yang aku rasakan sekarang. Ingin rasanya menyalahkan semua orang dan semua hal yang terjadi. Namun apakh itu hal yang dilakukan manusia yang bijak? Tapi, apakah aku memang benar-benar harus menjadi orang yang iajk? Siapa yang mewajibkan aku menjadi orang yang bijak?
Patutkah aku menyalahkan pihak lain atas apa yang terjadi
pada diriku? Apakah mereka benar-benar bersalah? Aku selalu menuntut semua
pihak untuk sejalan dengan apa yang aku inginkan sekalipun itu tidak
benar-benar baik untukku. Apakah tindakan itu egois? Bukankah itu memang hak ku
atas hidupku?
Nyatanya semua memang kesalahanku, dan betapa bodohnya aku
ini tidak mau berubah dan menjadi pribadi yang keluar dari zona nyamanku
sendiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh para stoik bahwa sesuatu yang diluar
jangkauan diri kita sendiri bukan urusan kita. Marcus aurelius berkata bahwa
jika seorang manusia tidak bisa merubah dunia diluar dari dirinya maka dia
harus berdamai dengan dunia itu.
Hari ini aku membatalkan janji dengan pimpinan BUMDesa yang seharunya pagi
ini aku berada di kantor desa untuk rapat bersama perangat desa dan BPD untuk
perancangan program kerja BUMDes kedepannya yang mana u menjadi direktur
keuangannya. Tapi apa yang aku lakukan? Aku mengatakan aku tidak bisa datang
karena tidak ada kendaraan, padahal kendaraan itu ada. Aku hanya malas untuk
bangun pagi dan berangkat ke lokasi.
Hari ini juga aku mengecewakan mamah. Dia menelponku ketika
sahur dan mengirim pesan kepadaku lewat aplikasi whatsapp tapi aku tidak sempat
untuk mengangkat dan membaalasnya karena aku sudah tidur lebih awal dan ketika
ku bangun aku tidak membalkas pesannya. Sampai sampai ketika malam dia
mengirimi lagi aku pesan dan belum sempat aku membalasnya kontakku sudah
diblokir.
Akhir akhir ini juga aku sedang tidak harmonis dengan kekasihku,
karena aku masih kecewa dan marah dengan sikapnya yang sering kali menghindar
ketika kita membahas hal yang menurut aku itu pelu untuk perkembangan keduanya.
Apakah lucu sepasang kekasih bertengkar behari-hari karena mengetes kekasihnya
untuk menghafal niat puasa?
Hari ini juga aku merasa kecewa setelah mengetahui beberapa
teman yang aku anggap dekat denganku pergi bersama tanpa kehadiranku seolah
olah aku bukan bagian dari mereka. Aku juga merasa aku kehilangan sahabat
terdekat dari diriku karena dia kini memiliki seorang kekasih yang juga salah
satu temanku yang lain. Mengapa kini aku merasa kesal akan hal itu, padahal aku
dulu sangat antusias untuk menyatukan mereka?
Semua hal ini membuatku sedih, kecewa merasa tidak pantas
dan tidak berguna. Aku merasa menjadi orang yang tidak diinginkan. Namun
bukankan itu semua adalah kesalahanku sendiri?
Akulah seorang yang malas dan tidak mau merubah kebiasaan
malasku bahka untuk tugas lain yang lebih mulia dan berguna untuk ku. Andai aku
rela untuk bangun pagi dan mewlawan rasa malasku sedikit saja, tentu aku akan
bisa menghadiri rapat itu dan aku bisa mendapatkan kredibilitas yang baik atas
posisiku di BUMDes itu.
Aku adalah orang yang tidak memiliki empati. Andai saja
setiap saat aku mengingat betapa besarnya jasa seorang mamah yang benar-benar
tiada henti merawatku dan bekerja siang dan malam hanya untuk menghidupi aku,
menyekolahkan ku dan kini mengantarkanku menuju gelar sarjana ini. Sekalipun
aku memang tidak membalas atau mengangkat telponnya di waktu subuh apa salahnya
dan apa susahnya aku meminta maaf ketika bangun? Aku terlalu menganggap hal itu
sepele, menganggap hal itu tidak penting pandahal itu bisa berati besar bagi
mamah.
Aku adalah orang yang terlalu banyak menuntut dan keras
hati. Andai saja aku dapat menurunkan sedikit egoku dan mencoba memahami
kekasihku, apa yang dia inginkan, dan apa yangmembuat dia merasa tidak nyaman
mungkin hubunganku akan harmonis-harmonis saja.
Aku adalah orang yang terlalu ingin dispesialkan tanpa
mengindahkan fakta bahwa setiap orang memiliki cara untuk nyamannya sendiri.
Aku selalu ingin idanggap sebagai seorang teman tanpa berpikir apakah orang-orang
yang aku anggap sebagai teman itu menganggap aku layak untuk dijadikan teman
atau tidak. Aku kerap kali berceloteh bahwa mereka ekslusif dan tidak mau
merangkul, memangnya siapa aku yang harus terus dimengerti dan dirangkul?
Mengapa aku terus terusan memikirkan hal diluar dari diriku?
Mengapa aku selalu berharap memiliki pimpinan yang selalu bisa mentolelir rasa
malasku?
Mengapa aku terus menjadi anak yang apatis terhadap orang
tuanya dan tidak menjadi anak yang memuliakan kedua orang tuanya dan
menjadikan mereka prioritas utama hidupku sebagai mana mereka melakukannya
untuk ku?
Mengapa aku sibuk merubah kekasihku menjadi sesempurna
mungkin untuk ku bukan aku yang memantaskan diri untuk menjadi kekasih yang
layak untuk dicintai dan membimbingkan menjadi lebih baik bukan sekedar
menyuruhnya atau memaksanya?
Mengapa aku selalu sibuk meminta pengakuan orang lain untuk
memperlakukan aku sebagai teman, bukannya ku memperbaiki relasiku dengan mereka
dan menghargai kenyamanan mereka?
08-04-2022
Comments
Post a Comment