Aku gak rajin nulis sebenernya. Blog ini dibuat udah lama banget sejak SMP kalo gak salah, dan sekarang udah kuliah masih gak berkembang juga. Yaudah sih asal ada aja inimah, gak seru juga gak apa apa. Enjoy!!!

Aku Egois

Merasa terasing, tak berguna dan tak bisa diandalkan itulah yang aku rasakan sekarang. Ingin rasanya menyalahkan semua orang dan semua hal yang terjadi. Namun apakh itu hal yang dilakukan manusia yang bijak? Tapi, apakah aku memang benar-benar harus menjadi orang yang iajk? Siapa yang mewajibkan aku menjadi orang yang bijak?

Patutkah aku menyalahkan pihak lain atas apa yang terjadi pada diriku? Apakah mereka benar-benar bersalah? Aku selalu menuntut semua pihak untuk sejalan dengan apa yang aku inginkan sekalipun itu tidak benar-benar baik untukku. Apakah tindakan itu egois? Bukankah itu memang hak ku atas hidupku?

Nyatanya semua memang kesalahanku, dan betapa bodohnya aku ini tidak mau berubah dan menjadi pribadi yang keluar dari zona nyamanku sendiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh para stoik bahwa sesuatu yang diluar jangkauan diri kita sendiri bukan urusan kita. Marcus aurelius berkata bahwa jika seorang manusia tidak bisa merubah dunia diluar dari dirinya maka dia harus berdamai dengan dunia itu.

Hari ini aku membatalkan janji  dengan pimpinan BUMDesa yang seharunya pagi ini aku berada di kantor desa untuk rapat bersama perangat desa dan BPD untuk perancangan program kerja BUMDes kedepannya yang mana u menjadi direktur keuangannya. Tapi apa yang aku lakukan? Aku mengatakan aku tidak bisa datang karena tidak ada kendaraan, padahal kendaraan itu ada. Aku hanya malas untuk bangun pagi dan berangkat ke lokasi.

Hari ini juga aku mengecewakan mamah. Dia menelponku ketika sahur dan mengirim pesan kepadaku lewat aplikasi whatsapp tapi aku tidak sempat untuk mengangkat dan membaalasnya karena aku sudah tidur lebih awal dan ketika ku bangun aku tidak membalkas pesannya. Sampai sampai ketika malam dia mengirimi lagi aku pesan dan belum sempat aku membalasnya kontakku sudah diblokir.

Akhir akhir ini juga aku sedang tidak harmonis dengan kekasihku, karena aku masih kecewa dan marah dengan sikapnya yang sering kali menghindar ketika kita membahas hal yang menurut aku itu pelu untuk perkembangan keduanya. Apakah lucu sepasang kekasih bertengkar behari-hari karena mengetes kekasihnya untuk menghafal niat puasa?

Hari ini juga aku merasa kecewa setelah mengetahui beberapa teman yang aku anggap dekat denganku pergi bersama tanpa kehadiranku seolah olah aku bukan bagian dari mereka. Aku juga merasa aku kehilangan sahabat terdekat dari diriku karena dia kini memiliki seorang kekasih yang juga salah satu temanku yang lain. Mengapa kini aku merasa kesal akan hal itu, padahal aku dulu sangat antusias untuk menyatukan mereka?

Semua hal ini membuatku sedih, kecewa merasa tidak pantas dan tidak berguna. Aku merasa menjadi orang yang tidak diinginkan. Namun bukankan itu semua adalah kesalahanku sendiri?

Akulah seorang yang malas dan tidak mau merubah kebiasaan malasku bahka untuk tugas lain yang lebih mulia dan berguna untuk ku. Andai aku rela untuk bangun pagi dan mewlawan rasa malasku sedikit saja, tentu aku akan bisa menghadiri rapat itu dan aku bisa mendapatkan kredibilitas yang baik atas posisiku di BUMDes itu.

Aku adalah orang yang tidak memiliki empati. Andai saja setiap saat aku mengingat betapa besarnya jasa seorang mamah yang benar-benar tiada henti merawatku dan bekerja siang dan malam hanya untuk menghidupi aku, menyekolahkan ku dan kini mengantarkanku menuju gelar sarjana ini. Sekalipun aku memang tidak membalas atau mengangkat telponnya di waktu subuh apa salahnya dan apa susahnya aku meminta maaf ketika bangun? Aku terlalu menganggap hal itu sepele, menganggap hal itu tidak penting pandahal itu bisa berati besar bagi mamah.

Aku adalah orang yang terlalu banyak menuntut dan keras hati. Andai saja aku dapat menurunkan sedikit egoku dan mencoba memahami kekasihku, apa yang dia inginkan, dan apa yangmembuat dia merasa tidak nyaman mungkin hubunganku akan harmonis-harmonis saja.

Aku adalah orang yang terlalu ingin dispesialkan tanpa mengindahkan fakta bahwa setiap orang memiliki cara untuk nyamannya sendiri. Aku selalu ingin idanggap sebagai seorang teman tanpa berpikir apakah orang-orang yang aku anggap sebagai teman itu menganggap aku layak untuk dijadikan teman atau tidak. Aku kerap kali berceloteh bahwa mereka ekslusif dan tidak mau merangkul, memangnya siapa aku yang harus terus dimengerti dan dirangkul?

Mengapa aku terus terusan memikirkan hal diluar dari diriku? Mengapa aku selalu berharap memiliki pimpinan yang selalu bisa mentolelir rasa malasku?

Mengapa aku terus menjadi anak yang apatis terhadap orang tuanya dan tidak menjadi anak yang memuliakan kedua orang tuanya dan menjadikan mereka prioritas utama hidupku sebagai mana mereka melakukannya untuk ku?

Mengapa aku sibuk merubah kekasihku menjadi sesempurna mungkin untuk ku bukan aku yang memantaskan diri untuk menjadi kekasih yang layak untuk dicintai dan membimbingkan menjadi lebih baik bukan sekedar menyuruhnya atau memaksanya?

Mengapa aku selalu sibuk meminta pengakuan orang lain untuk memperlakukan aku sebagai teman, bukannya ku memperbaiki relasiku dengan mereka  dan menghargai kenyamanan mereka?


08-04-2022





0 comments:

Post a Comment

Next Older Post
Aku Egois